Resume " Pengalaman menulis di penerbit mayor"

Bimillahirohmannirrohiim, Assalamualaikum warahmatullahi wa barokatuh, Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah AZZA WA Jalla karena atas rahmat-Nya siang ini Senin, 4 Mei 2020 saya masih bisa mengikuti kuliah online dari WAG belajar menulis.Kuliah online kali ini berbarengan dengan Pelatihan online PJJ IGI TANGSEL dengan materi google drive,padlet dan mentimeter membagi satu waktu dalam dua kegiatan Alhamdulillah dapat di lakukan dengan melakukan kegiatan Vicom PJJ IGI TANGSEL dari pukul 13.00 s.d 14.00 WIB. Setelah selesai lanjut dengan menyimak wacana dari WAG paparan dari Bapak UKIM KOMARUDIN,M.Pd. Ada pepatah yang mengatakan" tak kenal maka tak sayang" untuk itulah saya menampilkan foto Bapak UKIM KOMARUDIN,M.Pd dalam tulisan saya agar para pembaca yang membaca tulisan saya dapat mengenalnya. Bapak UKIM ,M.Pd adalah seorang penulis handal yang telah menerbitkan banyak sekali buku hasil karya nya yang diterbitkan oleh berbagai penerbit di Indonesia. Pada kesempatan ini beliau menjadi Nara Sumber pada kuliah online WAG belajar menulis dengan tema " PENGALAMAN MENULIS DI PENERBIT MAYOR' Di Era industri 4.0 yang semua serba digital ini menulis bukan hanya milik para pengarang tetapi semua orang berhak merealisasikan daya cipta gagasan kreatifnya dalam bentuk tulisan di Media Sosial yang dengan beralatkan sebuah gawai semuanya bisa terposting dan hanya tinggal memilih dan memilah akan di posting di media sosial Facebook, Instagram atau blog mudah bagi para penulis pemula yang kreatif untuk menuangkannya. Untuk daoat mengetahui pengalaman bapak UKIM KOMARUDIN,M.Pd dalam menulis berikut paparannya "Saya sangat berterima kasih kepada panitia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk berbagi. Saya masih belajar. Jadi mohon maaf apabila yang saya sampaikan sederhana. Semangat berbagi yang menyebabkan saya berani berbagi dalam kesempatan seperti ini. mohon doanya, semoga bermanfaat. Pertama, saya berpikir, menulis merupakan ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu, saya merasa sangat penting agar saya memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya. lalu saya menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat saya. Saya tak pernah merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisan saya. Saya juga tidak perduli dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Saya merasa menemukan lebih tentang "saya" dengan menulis. Demikian hal itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang. Demikianlah saya menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya. Selain menulis apa adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya guru, saya menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi oleh menulis. Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru. Satu dua teman berkomentar bahwa tulisan saya bagus. Istilah mereka, tulisan saya emotif. Kata mereka juga, tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggaltulisan saya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dsb. Karena komentar tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka saya menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca). Demikianlah waktu itu, saya yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya buku mata pelajaran. Saya diinterview terkait dua bagian buku. Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran. Kedua, buku pribadi saya, "Menghimpun yang Berserak." Dalam kesempatan interview itulah saya banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku. Saya banyak mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak saya pikirkan. Pelajaran atau informasi itu awalnya, membuat saya tidak nyaman karena menabrak prinsip menulis saya. Umpamanya, "Apakah ketika saya menulis buku"menghimpun yang Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah ada, apakah buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya? Untuk kepentingan pasar, "Apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? dst. Terus terang, saya merasa kurang nyaman dengan interview itu. Saya merasa diam-diam mulai "dipenjara". Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa orang lain bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan! Begitu, oleh-oleh pulang dari interview. Jujur, ada jarak agak lama berselang setelah kejadian itu. Saya menganggap perlu waktu untuk menjernihkan pikiran. Untunglah manusia itu punya sahabat. Saya menceritakan permasalahan yang saya rasakan kepada teman yang sudah menjadi penulis "beneran". Hebatnya, beliau menceritakan bahwa pengalaman yang saya dapatkan itu baik dan mestinya disyukuri. Ia kemudian menjelaskan tentang proses menulis yang melibatkan tim agar tulisan yang kita buat sampai kepada pembaca. Ia menyudutkan saya dengan mengatakan bahwa sikap saya menyebabkan tulisan saya hanya untuk sendiri. kalau pun nanti ada yang membaca itu hanya segelintir orang saja. Itu berarti, saya minimal dalam memberi manfaat buat orang lain atau istilah lainnya saya egois. Saya yang tersadar mendapatkan ilmu pengetahuan lebi ketika beliau menjelaskan tentang tim yang akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab, beliaulah garda depan yang menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Menurut teman saya itu, naskah saya sepertinya punya potensi atau "layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya saya memang harus dipoles di sana sini. Jika nanti naskah itu bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami banyak hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim saya. Kasarnya, semuanya akan menyukseskan saya, begitu teman saya meyakinkan saya. Oleh-oleh itulah yang menyebabkan saya menindaklanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama, saya mengkhususkan pikiran ke buku "Menghimpun yang berserak". Yang menenangkan, editor menceritakan bahwa semua hal menangkut buku saya selalu dalam konfirmasi. Artinya, semuanya akan terjadi jika saya setuju. Demikianlah saya menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak, yang sangat penting dalam proses kreatif saya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami itu. Terus terang saking gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang saya menulis bukan untuk hal tersebut. Akhirnya, saya mendapat konfirmasi ketika saya dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan terbitnya buku saya. Pertama, saya menerima buku pribadi, kalau tidak salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan. Kedua, saya diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun yang Berserak". Ini soal bagaimana membuat buku saya laku. Saat itu saya sangat bodoh dan kurang dapat memberikan masukan hyang berarti. Ketiga, saya diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian saya baru akan mendapat royaltinya. Untuk tersebut juga saya tidak pandai memberi masukan. Peran saya kemudian adalah mengusahakan buku saya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit karena media sosial belum sedasyat sekarang. kebetulan saya pembicara, saya berupaya menjual buku-buku saya pada kesempatan bicara tersebut. Ada beberapa kejadian menerbitkan buku kembali, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang menjelang terakhir buku, "Arief Rachman Guru". Semuanya mirip-mirip pengalaman dengan penerbit. Kurang lebih, seperti itulahkira-kira. mohon maaf apabila kurang lengkap. semoga dapat dilengkapi ketika nanti tanya jawab" BAGAIMANA KELAYAKAN SEBUAH BUKU UNTUK DITERBITKAN? Kriteria buku yang layak untuk diterbitkan. Khususnya terkait buku mata pelajaran, biasanya mereka mencari buku: (1) Menunjukkan penggunaan pendekatan baru; (2) lebih lengkap; (3) penulisnya memang berkualifikasi luar biasa; (4) Naskah renyah (enak dibaca); dan diutamakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik. Dalam menulis harus menempatkan diri sesuai stamina dan kecenderungan kita dan juga harus mengetahui tipe penulis yang bagaimana yang ada pada diri kita misalnya 1. Tipe sprinter, maka pilih cerpen. 2. Tipe Marathon, pilih novel. Mungkin bertahap dari lari jarak pendek karena latihan akhirnya bisa lari jarak jauh. Penulis yang hebat memulai menulis dari apa yang disebut, Premis (tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah sebuah headline yang memegang pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Percayalah, jika tidak memulia dari situ, kemungkinannya kalah tenaga, atau ngawur kemana-mana. Kesimpulan yang dapat saya tuliskan dari paparan Bapak UKIM KOMARIAH,M.Pd adalah untuk menjadi seorang penulis tanamkan pada diri bahwa menulis itu adalah 1.Menulis adalah ekspresi diri 2. Menulis adalah kebutuhan 3. Menulis dengan jujur apa adanya 4.Menulis jadikan sebagai ladang ibadah untuk mendapatkan keberkahan dan Rahmat Allah AZZA WA Jalla ehingga dengan menulis mendapatkan pertolongan dari Allah AZZA WA Jalla 5. menulis harus memiliki mental yang tangguh tidak cepat putus asa dan tidak mudah puas tapi tetap dengan mengedepankan rasa syukur kepada Allah AZZA WA Jalla. Demikian tulisan sederhana dari saya ini semoga dapat diambil hikmahnya dan manfaat.. kekurangan hanya milik saya dan kesempurnaan milik Allah AZZA WA Jalla. Teriring doa untuk mama dan bapak tercinta karena saat menulis ini sedang ada rasa maha rindu kepada kedua orangtuaku semoga amal ibadahnya di terima dan dilapangkan kuburnya aamiin ya Rabb ballaalamiin. Serta rasa syukur tetap selalu mengiringi keseharian agar mendapatkan Rahma dan barokah Allah AZZA WA Jalla. Ucap syukur untuk ketiga anak lelakiku yang Soleh Iqbal,Rifan,Fauzi . wassalamu'alaikum warahmatullahi wa barokatuh Tini Suhartini,S.Pd Guru SD negeri Kedaung wetan 7 kota Tangerang Menjadi mulia karena karya.

Komentar

  1. Alhamdulillah dah ada foto. Semangat terus belajar dan berlatih ya bu

    BalasHapus
  2. Memang hebat bu tini🤗

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Pendidik dan Pengajar

Hari Guru Nasional 2021

Kebaikan tanpa basa-basi dari Pelatihan PJJ IGI TANGSEL